
Malaysia usulkan Bahasa Melayu menjadi Bahasa resmi ASEAN kedua setelah Bahasa Inggris untuk memfasilitasi usaha memartabatkan bahasa ibunda ke peringkat antarbangsa.
Usulan ini dinyatakan oleh perdana Menteri Malaysia yakni Ismail Sabri Yaakob dengan alasan bahwa Bahasa Melayu ini telah dituturkan oleh 300 juta penduduk ASEAN, dari Indonesia hingga Kamboja, seperti yang dikutip dari laman Instagram miliknya Rabu (23/3/2022).
“Saya amat berharap suatu hari nanti Bahasa Melayu menjadi bahasa kedua ASEAN karena lebih 300 juta penduduknya menggunakan bahasa Melayu dan merupakan penutur ketujuh terbesar di dunia.”
Pernyataan Perdana Menteri Malaysia ini ternyata menimbulkan respon yang tidak sependapat dari berbagai pihak khususnya Indonesia, salah satunya Nadiem Makarim yang tolak usulan Bahasa Melayu menjadi bahasa perantara kedua ASEAN dan berpendapat bahwa Bahasa Indonesia lebih layak untuk dikedepankan dari berbagai segi pertimbangan seperti keunggulan sejarah, hukum, dan linguistik.
Dikutip dari kompas.com, Nadiem mengatakan “Dengan semua keunggulan yang dimiliki bahasa Indonesia dari aspek historis, hukum, dan linguistik, serta bagaimana bahasa Indonesia telah menjadi bahasa yang diakui secara internasional, sudah selayaknya bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan menjadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN,” jelasnya, Senin (4/4/2022).
Kepala Bahasa Kemendikbud Ristek, E Aminuddin Aziz juga mengatakan hal yang demikian dan berpendapat bahwa hal tersebut perlu dikaji ulang secara lebih mendalam.
"Jika ingin menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa ke-2 maka harus ada penerimaan dari seluruh anggota ASEAN. Karena ASEAN memiliki sistem bahwa setiap usulan harus disetujui oleh semua anggotanya,” kata dia dalam keterangannya, Senin (12/4/2022).
Sehubungan dengan masalah tersebut, kami melakukan jajak pendapat kepada masyarakat Gelanggang sastra Indonesia selaku orang-orang yang bergerak di bidang bahasa.
Responden:
Fina Fitri Fauji, Sastra Indoensia 2020
Sebenarnya rencana ini bagus, karena dengan begitu ASEAN jadi memiliki ciri khas karena akan menggunakan salah satu bahasa dari negara anggotanya. Tapi rencana semacam ini harusnya dipertimbangkan dengan matang karena menyangkut beberapa negara anggota. Menurut aku lebih baik diadakan sistem penjurian, beberapa bahasa dari negara anggota ASEAN diajukan, lalu nanti dinilai berdasarkan kepopuleran baik di wilayah Asia maupun secara Internasional, jadi adil. Bahasa dengan penggunaan terbanyak yang akan menjadi Bahasa ASEAN, jadi lebih subjektif.
Ikhsan Fleeta, Sastra Indonesia 2020
Walaupun, saya pikir itu ide yang bagus, membuat sebuah bahasa resmi suatu ikatan kebangsaan layaknya NATO atau EU dan juga saya mengerti kenapa bahasa melayu yang ditetapkan karena kebanyakan penduduk di wilayah Asia Tenggara mempunyai dialek melayu atau sejenisnya, peresmian satu bahasa di bawah satu organisasi yang mewakili banyak-banyak ragam budaya termasuk bahasa daerah masih terbilang kontroversial. Selain membuat negara yang tidak memiliki atau bercakap bahasa melayu mengalami perasaan ketimpangan, peresmian bahasa jika ditetapkan akan mempersulit daerah lain yang tidak bercakap melayu.
Belen Amanda Sitanggang, Sastra Indonesia 2021
Kasih saja dulu kesempatan bahasa Melayu menjadi bahasa Asean. Nanti, mungkin bahasa lain akan mempunyai kesempatan yang sama.
Lagi pula, untuk jadi bahasa yang digunakan dalam lingkup regional, pasti akan banyak kriteria dan pertimbangan. Toh kalo memang qualified, why not? At the end, semua bahasa itu baik.. Siapa tahu dari sini, kesempatan bahasa lain bisa "merdeka" jadi ada. See the process saja.
Yusri, Sastra Indonesia 2021
Menurut saya, entah itu bahasa Indonesia atau bahasa Melayu yang dijadikan bahasa resmi ASEAN tidak masalah. Selama memenuhi kriteria dan standarisasi yang ditetapkan.
Edgar, Sastra Indonesia 2019
Sebelum ke ASEAN seharusnya di dalam negeri saja dulu dibina lagi bahasa Indonesianya
Raisya Fya, Sastra Indonesia 2020
Saya rasa jatuhnya malah sombong gitu. memang cita-cita indonesia mau menginternasionalisasikan Bahasa Indonesia. Tapi jika dilihat dari sejarahnya bahasa melayu pernah dipakai se Asia Tenggara, jadi kalau Indonesia memaksa Bahasa Indonesia yang lebih baik daripada bahasa melayu kek maksa aja gitu. Padahal BIPA saja sudah bisa tembus 47 negara seluruh dunia kenapa tidak dikembangkan di sana dulu saja, untuk di ASEAN bisa nanti dulu, kalau banyak pemakai bisa saja nantinya akan menjadi Bahasa Internasional. Nadiem Makarim mengatakan bahwa dari aspek historis Indonesia lebih unggul, namun bukankah Bahasa Indonesia juga awalnya berasal dari Bahasa Melayu. Gara-gara isu ini saya berpikir, Indonesia terlalu memaksakan diri.
Putri Iran, Sastra Indonesia 2020
Saya pribadi hanya tahu beritanya tapi belum membacanya secara lebih dalam, sebetulnya tidak ada yang salah dengan bahasa melayu ini menjadi bahasa resminya ASEAN, karena lingkupnya ya memang masih sama. Beda lagi kalau Bahasa Melayu mau diresmikan menjadi bahasa resmi negara Indonesia, itu baru patut untuk dipertanyakan. Jadi sebetulnya saya sendiri masih sedikit bingung apa sebenarnya yang diperdebatkan itu? Karena bahasanya dirasa kurang efisien dan susah dipakai kah atau akhirnya ultranasionalis masing-masing pihak yang mendebatkan itu?
Fadhilah Ahlan E, Sastra Indonesia 2021
Bahasa Melayu milik bangsa Indonesia juga, jauh sebelum ada republik ini. Dan saat itu bahasa Melayu dijadikan bahasa inderlander (pribumi). Kemudian bahasa Melayu disempurnakan menjadi bahasa Indonesia. Selanjutnya dijadikan bahasa pergaulan yang diatur dalam undang-undang. Kesimpulannya adalah Bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari, jika dijadikan sebagai Bahasa ASEAN.
Anonim
Menurut saya tidak ada salahnya jika ingin mengangkat bahasa Melayu untuk digunakan sebagai bahasa internasional seperti di lingkup asean, tetapi permasalahan ini perlu dikaji serius jika memang benar-benar akan digunakan. Sebab menurut saya bahasa Melayu sekarang pun sudah tercampur-campur dengan bahasa lain. Misalnya saja kita lihat orang orang Malaysia yang merupakan pengguna bahasa Melayu, tetapi mereka dalam kesehariannya tidak hanya menggunakan bahasa Melayu tetapi mencampurnya dengan bahasa Inggris. Jika melihat contoh tersebut, apakah kedepannya akan efektif jika berkomunikasi dengan hanya menggunakan bahasa Melayu atau justru akan menimbulkan masalah baru?
Anonim
"Jika" memang benar anggapan "bahasa melayu layak menjadi bahasa internasional" ini merupakan hasil dari perundingan yang resmi dan adil tanpa niat menguntungkan salah satu pihak dengan sengaja atau "mengantongi sogokan" dari pihak tertentu, menurut saya tidak apa apa jika bahasa melayu ditetapkan menjadi bahasa internasional, namun sebaliknya, jika ternyata anggapan ini muncul karena adanya hal hal seperti yang saya sebutkan di atas, maka bahasa melayu sangat tidak layak menjadi bahasa internasional. mungkin kayak gitu.
Anonim
Terserah. Yang penting kita tetap bisa saling berkomunikasi, mengatakan kebaikan, menyebar berkah, dan kemanfaatan.
Comments