
Kini kita kembali menikmati bulan Ramadan dengan suasananya yang khas. Bulan suci bagi umat Muslim, waktu bagi mereka untuk menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Di Indonesa, salah satu negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia, tentunya bulan Ramadan memiliki kesan tersendiri dibanding waktu yang lain—setidaknya bagi saya, ya. Memangnya, ada apa sih? Pastinya pernah denger celetukan seperti:
“Iklan Marjan udah ada!”
“Ramadan bentar lagi kan ya? Pantesan iklan Marjan udah tayang.”
“Ga sabar kelanjutannya!”
Sejujurnya agak gimana ya… Tapi itu tadi emang yang bikin Ramadan punya kesan unik tiap tahunnya. Semacam punya magis tersendiri yang bisa bikin nostalgia gitu, loh! Karena memang—bagi saya, Marjan itu sudah melekat dengan bulan Ramadan. Marjan adalah merek sirop yang nggak mungkin enggak ada di rumah pas bulan Ramadan―selain karena memang belinya cuma di bulan ini doang sih. Pokoknya, nonton iklan Marjan sambil minum Marjan Cocopandan itu jadi kebanggaan tersendiri, deh—pas waktu puasanya masih nyampe jam 4.
Tapi membahas lebih lanjut soal iklan Marjan ini, saya akui akan kecerdikan pihak Marjan dalam menciptakan branding produk mereka yang vibesnya bulan puasa banget! Mungkin karena iklan ini yang memang hanya tayang dan dikhususkan untuk bulan Ramadan saja, ya. Soalnya belum pernah tuh saya lihat iklan Marjan di bulan Syafar. Menariknya lagi, iklan-iklan ini memiliki konsep yang matang. Iklan-iklan ini dihadirkan dalam bentuk cerita bersambung yang berbeda-beda tiap tahunnya. Misalnya saja, 2020 lalu kita disuguhi cerita tentang Purbasari dan Lutung Kasarung—meskipun di edisi ini saya ga ketemu sisi Ramadannya.
Beberapa waktu lalu, saya berhasil menamatkan nonton video kompilasi iklan Marjan dari tahun 2011-2021 sepanjang 22 menit di sebuah channel YouTube milik Jejak Sejarah. Wow! Niat banget sampe dijadiin kompilasi segala, kan? Apresiasi deh, kan karena channelnya. Saya jadi bisa nostalgia 10 tahun, hehe. Hal menarik bagi saya dari pengalaman nonton video kompilasi ini adalah di bagian iklan Marjan tahun 2019 yang konsepnya mengadaptasi dari cerita rakyat Timun Mas. Kenapa saya tertarik? Ya, karena saya ketawa!
Gini, gini, saya jelasin. Edisi 2019 ini mengangkat cerita rakyat Timun Mas sebagai alurnya tetapi dikemas dalam bentuk yang lebih modern. Cerita diawali dengan sepasang suami istri yang tak kunjung mendapatkan anak, lalu kemudian terikat perjanjian dengan Buto Ijo, “Kuberikan anak, tapi kuambil suatu saat.” Lalu berlanjut pada sang anak yang bertumbuh besar bernama Timun Mas, di sini ditampilkan sisi promosi dari produk Marjan itu sendiri. Contohnya ketika sang Ibu menyajikan sajian es Marjan dengan isian buah yang begitu kaya di dalamnya (yang mungkin lebih banyak buahnya ketimbang Marjannya). Hal ini tentunya secara tidak langsung terlihat menggiurkan, apalagi jika tidak sengaja tertonton di siang hari tentunya. Bisa menimbulkan impulsivitas untuk tiba-tiba beli Marjan ke swalayan, nih! Tentunya hal itu merupakan strategi untuk meningkatkan penjualan. Dan ini terbukti dengan Marjan yang memang sirop terlaris di Indonesia untuk saat ini, utamanya pada momen Ramadan tentunya.
Selanjutnya masuk pada bagian kedua, di mana alur cerita menggambarkan saat keadaan pasar begitu rusuh karena kedatangan Buto Ijo untuk menagih haknya dalam perjanjian itu. Ya, namanya juga janji, harusnya ditepati ‘kan? Namun, orang tuanya menyuruh Timun Mas untuk lari dengan membekalinya “senjata”. Kejar-kejaran terus terjadi, Tetapi di sini dibumbui dengan humor yang entah kenapa bisa mempan pada saya.
Pecah tawa saya dengan spontan saat menonton bagian ini, ketika Buto Ijo menabrak sebuah tembok yang ternyata adalah tempat pangkas rambut. “Maaf ya!”, pintanya karena telah merusak tembok, dengan tukang pangkas rambut yang seakan tanpa ekspresi melanjutkan kegiatannya itu. Namun yang menjadikannya menarik adalah Buto Ijo meminta maaf, sungguh ciamik! Ia masih memiliki nilai budi yang baik, di balik penampilannya yang menakutkan—ya, lagi-lagi kita tidak perlu menghakimi ‘kan?
Berlanjut hingga narasi membawa kita pada bagian yang ‘katanya’ Timun Mas dan Buto Ijo telah berkejaran selama sebulan penuh tanpa henti, hingga akhirnya masyarakat setempat sudah terbiasa melihat mereka berdua berlarian. Mereka tetap melanjutkan kegiatan sehari-hari seakan tanpa ada masalah apapun. Boom! Ada-ada saja memang. Sudah tahu mustahil, kenapa diangkat coba? Namun, dari ketidakmungkinan inilah yang menutut saya—lagi-lagi―menjadikan iklan ini tidak kehilangan esensi humornya. Ya, kan, mana ada orang yang memafhumi dan menormalisasi Buto Ijo berkeliaran di lingkungannya. Lucu!
Hal yang menariknya lagi, iklan ini diakhiri dengan alur cerita yang sedikit di luar dugaan. Pasalnya, Buto Ijo yang hampir tenggelam dalam kubangan ‘yang katanya sih terasi’ justru malah diselamatkan oleh Timun Mas dan warga disertai dengan sorak bahagia. Ini sedikit nyeleneh, mengingat… ah sudahlah, kuyakin kalian pasti paham. Terlebih mengejutkan lagi, cerita diakhiri dengan alur di mana Buto Ijo insyaf dengan memakai pakaian koko dan peci ala bapak-bapak mau berangkat tarawihan! Ciamik! Bisa-bisanya begitu, loh.
Ya, begitulah. Iklan Marjan edisi 2019 ini, terlalu banyak membuat saya mikir (dan ngiler). Namun, terlepas dari segala hal mengenai alur cerita dan kelucuan yang hadir di dalamnya, saya tentunya mengapresiasi iklan ini.
Pemeran yang mumpuni dalam mendukung iklan ini memang layak diacungi jempol. Seorang anak perempuan yang pandai dan cekatan dalam berlari dan melompat ini seakan menyuguhi penonton dengan atraksinya yang mampu membuat iklan ini terasa nyata. Ditambah lagi dengan kualitas sinematografinya yang memang terasa lebih baik dari tahun sebelumnya, membuat iklan ini memiliki kualitas yang lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya―meskipun belum tentu terlihat lebih baik dari pada tahun-tahun setelahnya.
Keunggulan iklan Marjan dari produk sebayanya adalah kemampuannya untuk selalu menciptakan kebaruan yang konstan dalam segi waktu dan selalu menghasilkan konsep yang baru. Selain itu, tak hanya menjadi sebuah iklan dan promosi dari produk Marjannya. Iklan ini juga memiliki tujuan promosi akan cerita rakyat, walaupun sedikit membelokkan alur dari cerita yang sesungguhmya.
Selain itu, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memang cocok untuk ditujukan kepada target pasar iklannya, terutama anak-anak. Dengan menyelipkan nilai-nilai kebaikan, menjadikan iklan ini lebih menonjol daripada iklan-iklan yang lain.
Eh, tapi pada akhirnya kok bisa, ya, iklan ini bikin saya mikir? Padahal gaada yang nyuruh, loh! Ah, sudahlah, saya terlalu banyak mikir.
Comments