top of page

Berbincang Musik dan Sastra: Oase di Tengah Ketandusan Diskusi Gelanggang

Gambar penulis: Dimas Aryangga ZachariDimas Aryangga Zachari

Pada Sabtu (2/4) yang lalu, Departemen Ideologi Gelanggang Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran Kabinet Senaya Ardhacandra mengadakan agenda kajian diskusi pertama mereka di tahun ini. Acara dengan tajuk Bersisa yang merupakan akronim dari “Berbincang musik dan sastra” tersebut dibuka bagi seluruh masyarakat Gelanggang. Dalam gelaran acara itu, Departemen ideologi mengundang Baban Banita, seorang dosen sastra Indonesia yang ahli di bidang syair dan puisi. Beliau membawa topik materi mengenai “Lirik, Musik, dan Kritik (Membaca Lagu Iwan Fals dan Leo Kristi).”


Acara langsung dimulai dengan pemaparan sejarah pengekspresian gagasan melalui karya seni dan pendeskripsian musisi Iwan Fals. Menurut Baban Banita, lirik yang tercantum pada lagu Iwan Fals menggambarkan fenomena kehidupan yang melingkupi kesengsaraan rakyat dalam hal ekonomi dan pendidikan. Kritik terhadap hukum/penegak hukum, ketimpangan sosial, pejabat pemerintah, serta efek pembangunan dan globalisasi.


Lebih lanjut ia memaparkan lagu-lagu Iwan Fals disampaikan dengan ungkapan eksplisit dan nada keras dalam mengkritisi dunia politik seperti pada lagu “Surat Buat Wakil Rakyat”, “Bongkar”, “Tikus-Tikus Kantor”, dan “Bento”. Namun, penyampaian menjadi lebih lembut dan penuh penderitaan ketika mengritik keadaan sosial dan ekonomi; penuh dengan lirik yang ironi. Lirik lagu “Doa Pengobral Dosa” mengungkap ironi kehidupan wanita penjaja cinta untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Menurut Baban, secara tidak langsung lagu tersebut menyinggung ketimpangan sosial ketika dikaitkan dengan karya Iwan Fals lainnya berjudul “Ibu”; keduanya merupakan penggambaran kemuliaan dan kebesaran rasa sayang seorang ibu terhadap anaknya meski ditampilkan dengan cara yang berbeda.


Ia menjelaskan bahwa secara umum lirik menggambarkan situasi dan kondisi Indonesia. “Keadaan bangsa dari tahun 70an sampai sekarang bisa kita baca dalam lirik-lirik lagu Iwan Fals.” Ungkapnya.


Selain Iwan Fals, terdapat musisi serupa seperti Rhoma Irama dan Leo Kristi, serta Doel Sumbang dalam pop Sunda. Baban juga menampilkan dan membedah lirik lagu karya Leo Kristi yang menurutnya memiliki syair dengan pengimajian yang kuat.


Pada sesi diskusi terbuka yang dihadiri 37 partisipan. Terungkap bahwa antusiasme masyarakat Gelanggang terhadap musik cukuplah besar, beberapa partisipan memunculkan jati dirinya yang memiliki minat terhadap musik, bahkan beberapa sudah memiliki band dan pernah membuat lagu. Antusias masyarakat Gelanggang semakin menggebu-gebu setelah Nona Belen selaku pembawa acara diskusi menyatakan pendapatnya tentang Iwan Fals.


“Dia punya jalurnya sendiri, ga niru siapapun, ga jadi siapapun dan ga mencoba mengikuti tren atau apapun. Dia bener-bener jadi Iwan Fals.” Ucap Non Belen.


Pernyataan tersebut ditanggapi oleh salah seorang partisipan, Bung Rafi Fawwaz yang menyatakan bahwa dewasa ini tidak mudah dan hampir mustahil untuk menciptakan suatu karya yang orisinil tanpa pengaruh seniman lain dalam hal ini musisi.


“Itu bakal jadi tekanan untuk musisi baru ga sih karena ga bisa nyamain atau ngikutin legenda? Akhirnya banyak musisi yang ngikutin (pasar, red) aja, karena mungkin sekarang udah terlalu banyak musik yang tercipta. Ga ada yang bener-bener original, karena hampir mustahil. Saking banyaknya musik yang udah dibuat, akhirnya semua musik sekarang itu ngambil (referensi) dari yang dulu, ngikutin kiblatnya ke Beatles, Queen, U2.” Ujar Rafi.


Hal tersebut menarik perhatian narasumber. Menurut Baban, seorang musisi bisa saja menjadi legenda baru jika memiliki tekad dan bakat yang kuat. Sebab yang meramaikan suatu karya tidak hanya dari kualitas musik saja, tetapi ada faktor dari penyukanya yang membuat musik tersebut tidak mati ditelan waktu. Ia juga menambahkan bahwa kemiripan karya seorang seniman dengan model yang dijadikan kiblatnya adalah hal lumrah, hal tersebut akan meluntur seiring dengan perkembangan dari seniman tersebut.


“Benar bahwa banyak musik yang muncul dan melegenda, tapi saya kira setiap orang memiliki kelebihan tertentu. Seandainya ia mau dan memiliki bakat, ia bisa saja menjadi seorang legenda baru. Maksud saya, oke Iwan Fals tidak bisa disaingi dan dijajari karena jalan musiknya memang begitu, paling sejajarnya dengan Rhoma Irama, tetapi sejajar dalam hal apa? Misalnya kemarin ada Didi Kempot, itu kan fenomena yang berbeda, artinya akan sangat mungkin muncul sosok baru dengan kekuatan baru, karena yang meramaikan itu selain kualitas ciptaan adalah penyukanya. Pada tahap awal, seorang pencipta karya seni biasanya akan memiliki kemiripan dengan model referensinya, tetapi akan memiliki ciri khas tersendiri seiring berjalannya waktu.”


Argumen dari narasumber didukung pula oleh salah satu partisipan, Non Sapitri.

“Tidak menutup kemungkinan warna baru musik akan muncul. Kita tidak bisa menyangka-nyangka.” Ucap Nona Sapitri


Kedua pendapat tersebut ditanggapi kembali oleh Bung Rafi yang menyatakan “Kenyataannya, dari 1990 sampai saat ini, belum ada genre yang baru. Memang tidak menutup kemungkinan, tetapi kenyataanya belum ada.”


Sesi diskusi ditutup dengan nyanyian merdu Non Silmi yang membawakan lagu Mata Lelaki dari Nicky Astria dan Non Annisa dengan lagu Remaja karya HIVI!


Acara diskusi terbuka seperti Bersesi ini perlu dijadikan agenda rutin sebagai wadah menuangkan pendapat dan bakat masyarakat Gelanggang. Selain itu, dengan adanya kegiatan seperti ini dapat memperbanyak kegiatan diskusi dalam lingkup mahasiswa sastra Indonesia. Hal ini sejalan dengan keinginan dari Ketua Departemen Ideologi Gelanggang Sastra Indonesia Kabinet Senaya Ardhacandra, Edgar Viego Avarell yang diwawancara oleh pihak Jalang.


“Ada harapan ke sana, karena dirasa kurang sih. Mungkin angkatan 20 juga bisa ngerasain cukup jauh (interaksi langsung), karena ga ada media untuk berkumpulnya. Mungkin diskusi ini bisa jadi salah satu medianya.”


Ruang diskusi terbuka merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan mahasiswa. Kegiatan tersebut dapat mengasahkan keberanian untuk mengungkapkan pendapat dan berpikir kritis. Tentunya kemampuan yang diraih tersebut dapat memengaruhi mahasiswa untuk berpedan aktif dalam kegiatan belajar formal bersama dosen yang sebelumnya dirasa kurang akibat dari perkuliahan daring.

18 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


"Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu. Keduanya harus dicatet. Keduanya dapat tempat."— Chairil Anwar

Lebih dekat dengan Jalang:

  • email
  • Instagram

Copyright © 2022 Jalang. All rights reserved

bottom of page